SUNGAI RAYA—Ketua Koperasi Mitra Mandiri Sejahtera, Desa Dabong, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, A. Latif menyatakan apa yang disampaikan Kades Olak-Olak adanya kebun plasma kerja sama dengan perusahaan perkebunan sawit PT. Sintang Raya.
“Di Dabong ada kebun plasma. Sudah ada seluas 200 hektar kebun plasma yang sudah ditanam kelapa sawit sejak tahun 2011 lalu,” kata dia kepada wartawan di Sungai Raya, Minggu (15/1). Ia menyatakan pihaknya sudah bekerja sama sejak dengan perusahaan PT.SR sejak tahun 2009 lalu. Bahkan kedepan ada rencana penanaman kebun plasma seluas 1.150 hektar khususnya di Desa Dabong. Ia menyayangkan pernyataan Pemkab Kubu Raya dan menyatakan belum ada kebun plasma yang diolah masyarakat. “Di daerah kami sudah ditanami sawit dan usianya sekitar setahun lebih,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, bahkan sudah ada calon petani calon lahan (CPCL) yang diajukan kepada Bupati. Mengingat hal ini sebagai modal untuk kerjasama dengan pihak perusahaan. Meski begitu, masyarakat mengaku terpaksa menggunakan dana talangan dari pihak perusahaan dengan bunga yang cukup tinggi.“Jadi, jika masyarakat menggunakan program revitalisasi, tentunya ini tidaklah memberatkan beban masyarakat. Sebab, program ini memang diluncurkan oleh Presiden SBY untuk kepentingan masyarakat,” katanya. ” Jadi setiap kepala keluarga merupakan CPCL dengan asumsi satu KK 2 hektar,” timpal dia.
Ia mengakui pernah menghadap kepala daerah untuk mengajukan program revitalisasi yang dibutuhkan masyarakat. Akan tetapi sampai saat ini kepala daerah tidak mau mengesahkan program revitalisasi. Hal itu tidak disebutkan alasan apa sebab tidak mau program itu. “Makanya, masyarakat berharap program revitalisasi disetujui karena gunanya untuk masyarakat juga,” ucapnya.
Ia menjelaskan program ini bukan untuk perusahaan, tetapi untuk masyarakat juga. Sehingga ia berharap agar kepala daerah menyetujui program revitalisasi. Apa yang sudah dilakukan PT Sintang Raya ini sudah sesuai dengan aturan yang telah diterapkan yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan merupakan pelaksanaan dari amanat tentang kemitraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan.
Bahkan di pasal 11 ayat (1) pada Permentan tersebut, bahwa perusahaan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan yakni, lokasi areal kebun yang wajib dibangun bagi masyarakat sekitar yaitu di luar areal HGU yang dimiliki perusahaan. Lahan untuk pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar dapat berasal dari lahan masyarakat sendiri, lahan yang dibebaskan oleh perusahaan, lahan yang dibebaskan bersama masyarakat atau lahan lainnya yang jelas status kepemilikannya.
Sementara Kepala Bagian Hukum Sekretaris Daerah (Setda) Kubu Raya, Mustafa mempernyakan keabsahan SPT dikeluarkan. Ada indikasi SPT masih harus diteliti dan diselidiki kejelasananya. “Dan kalau itu merupakan tanah negara, maka SPT penggarapannya juga patut dipertanyakan kapan dilakukan,” ujarnya.
Ia menyampaikan SPT dikeluarkan karena lahan digarap warga. “Hanya, kita takutkan SPT diduga kurang jelas. Hati-hati dengan SPT. Apalagi mengakibatkan indikasi kepentingan mengatasnamakan warga,” ucapnya.
Mustafa mempertanyakan darimana SPT dikeluarkan untuk revitalisasi. Apakah mungkin perbankan dapat memberikan revitalisasi. Sedangkan perusahaan sebagai afalis sudahkah memenuhi syarat seperti sudah berproduksi dan punya perusahaan pengolahan. Pemkab juga tidak ingin persoalan ini mengakibatkannya diadudomba dengan warga.
Ia menyampaikan SPT tetap akan diteliti dan diselidiki. Sebab, sebelumnya di Desa Olak-Olak bereaksi keras terhadap pengeluaran SPT. Yang lucunya kades menyatakan 300 hektar plasma. Padahal ia mengetahui izinnya. Pasalnya antara program inti-plasma dan revitalisasi perkebunan berbeda. ” Inti Plasma kajiannya kepada Permentan nomor 26 tahun 2007 sementara Revitalisasi Permentan 33,” ujarnya.
Selain itu dalam permentan 26 tahun 2007 dihelaskan konsesi izin. Misalnya kalau perizinan sudah ber HGU sekitar 11 ribu hekter, maka sekitar 2 ribu merupakan plasma warga. Inti adalah milik perusahaan dan plasma kepenyuaan masyarakat. Dan itu yang banyak dipraktekan perusahaan-perusahaan perkebunan mengenai model plasma dan revitalisasi. “Logikanya adalah kewajiban utama dijalankan berupa plasma warga,” ucapnya. (den)
Sumber : Pontianak Post
No comments:
Post a Comment