SUNGAI RAYA-Warga Desa Limbung Kecamatan Sungai Raya yang bekerja sebagai penggarap lahan tidak berani menjalani aktivitas seperti biasa, lantaran sekelompok orang tak dikenal melakukan pencaplokan lahan garapan warga dan melakukan pencurian, seperti chainsaw (gergaji mesin), parang dan kapak.
Salah seorang saksi mata warga RT 03 RW 11 Desa Limbung, Udin menuturkan persitiwa penyerangan yang dilakukan oleh sekelompk orang tak dikenal tersebut terjadi sekitar seminggu yang lalu. Selain, mencaplok, dan mencuri, mereka juga melakukan pembakaran terhadap pondok milik warga di lahan garapan. “Akibat kejadian itu, kami warga di sini tidak berani melakukan aktivitas seperti biasa,” katanya, Minggu (2/6).
Udin mengungkapkan warga Desa Limbung tidak menerima tindakan yang dilakukan kelompok tak dikenal yang mengatasnamakan suku tertentu dengan memasang plang di lahan garapan warga. “Warga di sini sudah tiga sampai empat tahun menggarap lahan. Akan tetapi tiba-tiba ada kelompok yang mengklaim lahan garapan itu tanah adat mereka,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Penggarap Lahan dari Ambawang, Adrianus mengakui jika kelompoknya melakukan penggrapan lahan tersebut sejak 2012 dan tidak mengetahui tentang kejelasan lahan itu. Kami dijanjikan oleh koordinator mereka yakni Sumadi bahwa lahan ini adalah tanah adat Dayak dan mereka yang menggarap pun dijanjikan mendapatkan lahan tersebut masing-masing satu hektare lebih. Dan dikerjakan tanpa menerima bayaran,” ceritanya.
Selama proses penggarapan, lanjut dia tidak hanya dilakukan kelompoknya, akan tetapi ada beberapa kelompok penggarap lahan yang turut membantu. “Kami tidak melakukan pembakaran pondok warga Desa Limbung dan pemasangan plang Garda Banyuke di lahan 100 hektare tersebut,” katanya.
Sementara itu Kepala Desa Limbung Wiyono mengaku tidak mengetahui kelompok warga yang mengatasnamakan Garda Banyuke, karena selama ini kelompok tersebut pun tidak pernah meminta izin kepada pemerintah desa untuk melakukan penggarapan lahan. “Untuk warga Limbung yang menggarap lahan, itu dapat dibuktikan dengan surat kepemilikan tanah (SKT). Dan lahan garapan tersebut sudah termasuk dalam kawasan yang direncanakan Pemerintah Kubu Raya, untuk dijadikan kawasan Sport Center dan pembangunan pos keamanan” tandasnya.
Camat Sungai Raya Syahril Nur mengakui bahwa lahan tersebut sebenarnya lahan garapan warga Desa Limbung yang ditandai dengan SKT. Agar kejadian penyerangan tersebut tidak terulang, pemerintah kecamatan akan mengundang kedua belah pihak yang bersengketa untuk mencari solusi. “Dalam waktu dekat ini akan kita undang, kedua pihak ini,” janjinya.
Dia menghimbau kedua belah pihak sementara waktu untuk menghentikan dahulu kegiatan penggarapan lahan ini sampai ada keputusan jelas di dalam pertemuan yang akan dilakukan nanti. “Warga Limbung pun jangan sampai melakukan tindakan-tindakan anarkis,” tegasnya. (adg)
Sumber : Harian Pontianak Post tanggal 5 Juni 2013 - Halaman 18
Salah seorang saksi mata warga RT 03 RW 11 Desa Limbung, Udin menuturkan persitiwa penyerangan yang dilakukan oleh sekelompk orang tak dikenal tersebut terjadi sekitar seminggu yang lalu. Selain, mencaplok, dan mencuri, mereka juga melakukan pembakaran terhadap pondok milik warga di lahan garapan. “Akibat kejadian itu, kami warga di sini tidak berani melakukan aktivitas seperti biasa,” katanya, Minggu (2/6).
Udin mengungkapkan warga Desa Limbung tidak menerima tindakan yang dilakukan kelompok tak dikenal yang mengatasnamakan suku tertentu dengan memasang plang di lahan garapan warga. “Warga di sini sudah tiga sampai empat tahun menggarap lahan. Akan tetapi tiba-tiba ada kelompok yang mengklaim lahan garapan itu tanah adat mereka,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Penggarap Lahan dari Ambawang, Adrianus mengakui jika kelompoknya melakukan penggrapan lahan tersebut sejak 2012 dan tidak mengetahui tentang kejelasan lahan itu. Kami dijanjikan oleh koordinator mereka yakni Sumadi bahwa lahan ini adalah tanah adat Dayak dan mereka yang menggarap pun dijanjikan mendapatkan lahan tersebut masing-masing satu hektare lebih. Dan dikerjakan tanpa menerima bayaran,” ceritanya.
Selama proses penggarapan, lanjut dia tidak hanya dilakukan kelompoknya, akan tetapi ada beberapa kelompok penggarap lahan yang turut membantu. “Kami tidak melakukan pembakaran pondok warga Desa Limbung dan pemasangan plang Garda Banyuke di lahan 100 hektare tersebut,” katanya.
Sementara itu Kepala Desa Limbung Wiyono mengaku tidak mengetahui kelompok warga yang mengatasnamakan Garda Banyuke, karena selama ini kelompok tersebut pun tidak pernah meminta izin kepada pemerintah desa untuk melakukan penggarapan lahan. “Untuk warga Limbung yang menggarap lahan, itu dapat dibuktikan dengan surat kepemilikan tanah (SKT). Dan lahan garapan tersebut sudah termasuk dalam kawasan yang direncanakan Pemerintah Kubu Raya, untuk dijadikan kawasan Sport Center dan pembangunan pos keamanan” tandasnya.
Camat Sungai Raya Syahril Nur mengakui bahwa lahan tersebut sebenarnya lahan garapan warga Desa Limbung yang ditandai dengan SKT. Agar kejadian penyerangan tersebut tidak terulang, pemerintah kecamatan akan mengundang kedua belah pihak yang bersengketa untuk mencari solusi. “Dalam waktu dekat ini akan kita undang, kedua pihak ini,” janjinya.
Dia menghimbau kedua belah pihak sementara waktu untuk menghentikan dahulu kegiatan penggarapan lahan ini sampai ada keputusan jelas di dalam pertemuan yang akan dilakukan nanti. “Warga Limbung pun jangan sampai melakukan tindakan-tindakan anarkis,” tegasnya. (adg)
Sumber : Harian Pontianak Post tanggal 5 Juni 2013 - Halaman 18
No comments:
Post a Comment