SUNGAI RAYA-Sengketa lahan seluas 64 haktare di Desa Lembung yang melibatkan dua kelompok yang sempat memanas akhirnya mereda. Mereka yang bertemu dengan difasilitasi Camat Sungai Raya bersepakat untuk menyelesaikan masalah tersebut secara musyawarah dan mufakat.
Camat Sui Raya, Syahril Nur mengatakan berdasarkan pertemuan yang dilakukan telah ditemukan titik terang antara kedua belah pihak yang menyepakati beberapa kesepakatan, seperti tanah yang disengketakan untuk saat ini dalam status quo artinya tidak ada boleh satu pun yang melakukan aktifitas, semua kelompok tani maupun pihak-pihak yang berkepentingan untuk segera menyerahkan data-data yang dimiliki untuk dipelajari.
Direncanakan, setelah pertemuan beberapa waktu lalu pihaknya akan menggelar lagi pertemuan dimana hasil terakhirnya adalah untuk melakukan pembagian lahan secara adil dan merata.“Lahan yang disengketakan tersebut terletak di Desa Limbung yang mana sebelah utara berbatasan dengan tanah warga Desa Punggur Kecil, sebelah selatan berbatasan dengan tanah warga Rasau Jaya, sebelah barat berbatasan dengan tanah warga Desa Punggur serta sebelah timur dengan tanah warga Desa Limbung atau garapan Sulaiman dkk,” katanya, kemarin.
Untuk menyelesaikan masalah agar tidak kembali menimbulkan permasalahan di kemudian hari, Camat Sui Raya memastikan akan kembali turun lagi ke lapangan. Sehingga masalah ini dapat selesai dengan tuntas. “Insya Allah kami akan berupaya untuk menyelesaikan masalah ini, dan mudah-mudahan bulan ini juga bisa diselesaikan,” harapnya.
Sementara itu perwakilan Kelompok Tani Pribumi, Agustinus menyambut baik dan puas dengan hasil pertemuan tersebut. Ia menilai permasalahan tersebut dikarenakan adanya komunikasi yang belum tersambung. Dia pun menceritakan, awalnya pada 2006 ada 32 orang penggarap yang sudah melakukan garapan di lahan tersebut dengan luas 64 hektar. Izinnya dikeluarkan oleh Kades Limbung yang kala itu Muhammad AW. Dengan surat yang dikeluarkan adalah izin sementara bukan SKT.
“Memang dalam ijin itu disebutkan jika lahan itu tidak digarap selama kurun waktu enam bulan maka izinnya dicabut. Tetapi sampai sekarang lahan itu terus digarap dengan menanam kepala sawit, nenas, dan ubi,” ceritanya.
Dia berjanji 64 hektare lahan tersebut tidak akan dialihkan ke orang lain maupun investor. Melainkan tetap digarap untuk pertanian dimana setiap orang menggarap dua hektar lahan. Terkait dengan pembakaran gubuk yang ada di lokasi, dirinya pun membantah hal tersebut dilakukan kelompoknya. “Pembakaran itu tidak benar. Saya khawatir ada yang menjadi provokator apalagi mendekati pemilukada. Jadi kita minta jangan ada yang terpancing dengan isu-isu menyesatkan,” pungkasnya.
Sambutan positif juga disampaikan Muhammad Effendi perwakilan kelompok penggarap lainnya. Menurutnya, dengan pertemuan tersebut sudah memberikan kejelasan dan ada titik terang bagaimana menyelesaikan masalah sengketa lahan. “Tinggal nanti kita kumpulkan lagi data-data masing-masing kemudian turun ke lokasi,” katanya.
Diceritakan dia, kelompoknya mulai melakukan garapan sejak tahun 2002 di sekitar Parit Paeran dengan dasar SKT dari Kades Teluk Kapuas karena saat itu lokasi tersebut belum dimekarkan ke Desa Limbung. Namun setelah itu terjadi pemekaran Desa Teluk Kapuas sehingga diklarifikasi ke Desa Limbung. Saat itu hingga sekarang yang menggarapnya adalah masyarakat setempat. “Dengan pertemuan ini, yang harus kita lakukan bersama adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada,” tandasnya. (adg)
Sumber : Harian Pontianak Post. Tanggal 10 Juni 2013, Halaman 18
Camat Sui Raya, Syahril Nur mengatakan berdasarkan pertemuan yang dilakukan telah ditemukan titik terang antara kedua belah pihak yang menyepakati beberapa kesepakatan, seperti tanah yang disengketakan untuk saat ini dalam status quo artinya tidak ada boleh satu pun yang melakukan aktifitas, semua kelompok tani maupun pihak-pihak yang berkepentingan untuk segera menyerahkan data-data yang dimiliki untuk dipelajari.
Direncanakan, setelah pertemuan beberapa waktu lalu pihaknya akan menggelar lagi pertemuan dimana hasil terakhirnya adalah untuk melakukan pembagian lahan secara adil dan merata.“Lahan yang disengketakan tersebut terletak di Desa Limbung yang mana sebelah utara berbatasan dengan tanah warga Desa Punggur Kecil, sebelah selatan berbatasan dengan tanah warga Rasau Jaya, sebelah barat berbatasan dengan tanah warga Desa Punggur serta sebelah timur dengan tanah warga Desa Limbung atau garapan Sulaiman dkk,” katanya, kemarin.
Untuk menyelesaikan masalah agar tidak kembali menimbulkan permasalahan di kemudian hari, Camat Sui Raya memastikan akan kembali turun lagi ke lapangan. Sehingga masalah ini dapat selesai dengan tuntas. “Insya Allah kami akan berupaya untuk menyelesaikan masalah ini, dan mudah-mudahan bulan ini juga bisa diselesaikan,” harapnya.
Sementara itu perwakilan Kelompok Tani Pribumi, Agustinus menyambut baik dan puas dengan hasil pertemuan tersebut. Ia menilai permasalahan tersebut dikarenakan adanya komunikasi yang belum tersambung. Dia pun menceritakan, awalnya pada 2006 ada 32 orang penggarap yang sudah melakukan garapan di lahan tersebut dengan luas 64 hektar. Izinnya dikeluarkan oleh Kades Limbung yang kala itu Muhammad AW. Dengan surat yang dikeluarkan adalah izin sementara bukan SKT.
“Memang dalam ijin itu disebutkan jika lahan itu tidak digarap selama kurun waktu enam bulan maka izinnya dicabut. Tetapi sampai sekarang lahan itu terus digarap dengan menanam kepala sawit, nenas, dan ubi,” ceritanya.
Dia berjanji 64 hektare lahan tersebut tidak akan dialihkan ke orang lain maupun investor. Melainkan tetap digarap untuk pertanian dimana setiap orang menggarap dua hektar lahan. Terkait dengan pembakaran gubuk yang ada di lokasi, dirinya pun membantah hal tersebut dilakukan kelompoknya. “Pembakaran itu tidak benar. Saya khawatir ada yang menjadi provokator apalagi mendekati pemilukada. Jadi kita minta jangan ada yang terpancing dengan isu-isu menyesatkan,” pungkasnya.
Sambutan positif juga disampaikan Muhammad Effendi perwakilan kelompok penggarap lainnya. Menurutnya, dengan pertemuan tersebut sudah memberikan kejelasan dan ada titik terang bagaimana menyelesaikan masalah sengketa lahan. “Tinggal nanti kita kumpulkan lagi data-data masing-masing kemudian turun ke lokasi,” katanya.
Diceritakan dia, kelompoknya mulai melakukan garapan sejak tahun 2002 di sekitar Parit Paeran dengan dasar SKT dari Kades Teluk Kapuas karena saat itu lokasi tersebut belum dimekarkan ke Desa Limbung. Namun setelah itu terjadi pemekaran Desa Teluk Kapuas sehingga diklarifikasi ke Desa Limbung. Saat itu hingga sekarang yang menggarapnya adalah masyarakat setempat. “Dengan pertemuan ini, yang harus kita lakukan bersama adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada,” tandasnya. (adg)
Sumber : Harian Pontianak Post. Tanggal 10 Juni 2013, Halaman 18
No comments:
Post a Comment