Muda Mahendrawan |
Sebelumnya, Usmulyani menilai pembangunan Kabupaten Kubu Raya tidak merata. Ia juga memberi rapor merah kepada Dinas Pendidikan yang dianggap belum mampu menyelesaikan persoalaan pendidikan, kemudian
Dinas Kesehatan yang belum mampu meningkatkan layanan kesehatan, termasuk juga Dinas Bina Marga dan Perairan, serta Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Kebersihan yang dinilai tidak mampu membangun infrastruktur yang baik bagi akses daerah terpencil.
Muda mengaku sangat prihatin dengan penilaian tersebut. Pasalnya menimbulkan kesan tidak adanya pembangunan di Kabupaten Kubu Raya. “Sebagai orang yang mengaku ketua forum MGDs, seharusnya tidak seenaknya memberikan penilaian. Tidak serampangan dan tendesius.
Tendensinya aneh. Memahami (atau) tidak kondisi dan konteks Kubu Raya?” tegasnya. Muda menyindir bahwa Usmulyani tidak mengetahui luas Kabupaten Kubu Raya adalah 700 ribu lebih hektar, dengan jumlah penduduk di atas 500 ribu jiwa. Maka dengan luas seperti itu, menurut dia,
Kubu Raya tidak bisa dibandingkan dengan Kota Pontianak yang luasnya 11 ribu hektar, sehingga dia menyebut, tidak lebih besar dari Desa Punggur Kecil. Menurutnya, kalau dibandingkan pun sangat aneh, karena Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi sudah dibangun negara sejak dulu. “Masak hanya Sungai Kakap dan Sungai Raya yang berkembang? Tampak tidak turun langsung ke kecamatan-kecamatan lainnya, apalagi ke pelosok desa,” sindir dia.
Muda mempersilakan siapapun untuk melihat sendiri perubahan pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah dan sedang berlangsung saat ini. Dia meminta agar dibandingkan perkembangan dari titik awal pemekaran hingga lima tahun proses tersebut berjalan.
“Memangnya Pemkab Kubu Raya tidak bekerja apa, ke mana dana APBD larinya kalau tidak digunakan untuk membangun. Sudah berapa banyak sekolah dibangun dan direhab, berapa puskesmas yang sudah meningkat statusnya, pustu, polindes, dan poskesdes yang dibangun? Kita menolak membangun rumah sakit karena ingin mendekatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan sampai ke desa bahkan ke dusun.
Boleh saja menilai dan kami siap berdebat. Jangan cuma berani di koran dan pertanggungjawab pernyataannya. Jangan omong doang,” tegasnya kembali. Mengenai guru PNS yang dibilang hanya satu, Muda juga mempertanyakan, sekolah mana yang dimaksud? “Tunjukan kepada kami. Mengerti tidak merumuskan dan metodologi MGDs.
Masalah buta huruf, kalau sudah terlanjur buta huruf dan usianya di atas 40 – 50 tahun, itu memang sudah ada. Apa masalahnya? Kecuali generasi sekarang tidak boleh ada yang buta huruf. Kalau lima tahun ini ada anak sekarang yang tidak sekolah, itu memang tanggungjawab Pemkab Kubu Raya,” ucap Muda keras.
Ternyata kata Muda, Usmulyani merupakan salah satu pejabat di PT Angkasa Pura, yang mengurus Bandara Supadio. “Kita juga sedih dengan Bandara yang belasan hektar saja belum beres. Masyarakat Kalbar, terutama penumpang, juga masih banyak yang mengeluh mengenai pelayanan di Bandara. Kita juga heran masalah kebisingan, saluran air yang tidak tuntas. Banyak keluhan banjir yang disampaikan masyarakat, bagaiaman cara kelola lingkungannya bagaimana?” kata Muda lugas.
Bila ingin menilai, diingatkan Muda, harus dilengkapi data dan informasi yang valid, terukur, dan sesuai metodologinya. “Paling mudah itu, bandingkan saja sebelum pemekaran dengan pembangunan pascamenjadi daerah otonom baru. Lihat saja langsung ke daerah, jangan pakai katanya. Saya merasa penilaian tersebut tidak memiliki standar penilaian, tak terukur, serta tidak dilengkapi data-data. Ini yang buta huruf atau yang buta data. Kita terbuka untuk dikritik, kita memahami kritik sebagai motivasi, tetapi bukan kritikan serampangan. Jangan cari sensasi dan popularitas tanpa data yang jelas,” pungkas Muda. (adg)
No comments:
Post a Comment