SUNGAI RAYA—Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) bersama Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kubu Raya mengeluhkan kurangnya tenaga penyuluh lapangan seiring banyaknya program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pada tahun 2012.
”Jelas kita kurang tenaga. Makanya, ketika ada banyak keluhan, tidak semua dapat kita respon secara cepat,” ungkap Suharjo, Kadistanak yang merangkap sebagai Plt Kadis Perikanan dan Kelautan menjawab pertanyaan para wakil rakyat di Komisi B DPRD Kubu Raya.
Menurutnya memang di Kubu Raya ada Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kelautan (BP4K). Namun tenaga di badan ini langsung berkoordinasi dan bertanggungjawab ke BP4K. Makanya, ketika ada program terpadu, pihaknya sulit melakukan koordinasi menyeluruh. ”Kita tidak bisa atur tenaga penyuluh. Sebab, wewenang penyuluh berada dibawah BP4K Kubu Raya. Makanya, kita harap tenaga penyuluh sebaiknya dikembalikan ke SKPD,” pintanya.
Ketua Komisi B sendiri menyetujui apabila Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dikembalikan ke dinas masing-masing. Namun itu tetap melanggar karena ada regulasi dan aturan. Apalagi kewenangan PPL sekarang susah diintervensi dinas manapun. “Wewenang mereka berada dibawah naungan BP4K,” ucap dia.
Dia meminta PPL tidak menjadi “provokator” dan mengatur dinas. Sebab, selama ini seletingan beredar justru terjadi seperti itu di lapangan. Makanya, kedepan UU Nomor 16 mengatur kewenangan PPL harus dihapus pemerintah pusat.
Ujang Sukandar anggota komisi B juga mengeluhkan minimnya tenaga penyuluh lapangan ketika program perikanan turun. ”Sehingga saat program disebar kerap terjadi problem. Ikan kerap mati entah faktor air, cuaca, kurangnya penyuluhan atau apa ?” katanya setengah bertanya.
Hefni Rizal, Kepala Bidang Perikanan Budidaya menuturkan tenaga penyuluh lapangan bidang perikanan memang sangat minim di Kubu Raya. Namun, tak berarti program tidak berjalan secara beriringan dan menyeluruh. Pihaknya terus membangun sinerginitas menyeluruh. Apalagi, DKP mendorong daerah minapolitan (Kubu, Padang Tikar dan Sungai Kakap) terus berkembang.
Lebih jauh dikatakannya untuk program budidaya perikanan memang dibentuk melalui kelompok. Satu kelompok misalnya ada 1.000 orang. Namun terealisi efektif dan berkembang hanya sekitar 40-50 persen dari kelompok yang ada dan tersebar. Kelompok lainnya ternyata putus ditengah jalan. ”Salah satu faktor karena PPL perikanan kita sangat minim. Sehingga sebaran program kadang terkendala,” ucapnya.
Meski begitu untuk pemasaran hasil perikanan diakuinya sangat berkembang. Permintaan disesuaikan dengan pasar dan cukup tinggi. Dan Kubu Raya termasuk pemasok ikan nila terbesar di pasaran Kalbar. “Distribusinya sendiri bahkan sampai ke Kabupaten Sanggau dan Perbatasan. Apalagi harga ikan nila cukup potensial,” ujarnya.(den)
Sumber : Pontianak Post
”Jelas kita kurang tenaga. Makanya, ketika ada banyak keluhan, tidak semua dapat kita respon secara cepat,” ungkap Suharjo, Kadistanak yang merangkap sebagai Plt Kadis Perikanan dan Kelautan menjawab pertanyaan para wakil rakyat di Komisi B DPRD Kubu Raya.
Menurutnya memang di Kubu Raya ada Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kelautan (BP4K). Namun tenaga di badan ini langsung berkoordinasi dan bertanggungjawab ke BP4K. Makanya, ketika ada program terpadu, pihaknya sulit melakukan koordinasi menyeluruh. ”Kita tidak bisa atur tenaga penyuluh. Sebab, wewenang penyuluh berada dibawah BP4K Kubu Raya. Makanya, kita harap tenaga penyuluh sebaiknya dikembalikan ke SKPD,” pintanya.
Ketua Komisi B sendiri menyetujui apabila Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dikembalikan ke dinas masing-masing. Namun itu tetap melanggar karena ada regulasi dan aturan. Apalagi kewenangan PPL sekarang susah diintervensi dinas manapun. “Wewenang mereka berada dibawah naungan BP4K,” ucap dia.
Dia meminta PPL tidak menjadi “provokator” dan mengatur dinas. Sebab, selama ini seletingan beredar justru terjadi seperti itu di lapangan. Makanya, kedepan UU Nomor 16 mengatur kewenangan PPL harus dihapus pemerintah pusat.
Ujang Sukandar anggota komisi B juga mengeluhkan minimnya tenaga penyuluh lapangan ketika program perikanan turun. ”Sehingga saat program disebar kerap terjadi problem. Ikan kerap mati entah faktor air, cuaca, kurangnya penyuluhan atau apa ?” katanya setengah bertanya.
Hefni Rizal, Kepala Bidang Perikanan Budidaya menuturkan tenaga penyuluh lapangan bidang perikanan memang sangat minim di Kubu Raya. Namun, tak berarti program tidak berjalan secara beriringan dan menyeluruh. Pihaknya terus membangun sinerginitas menyeluruh. Apalagi, DKP mendorong daerah minapolitan (Kubu, Padang Tikar dan Sungai Kakap) terus berkembang.
Lebih jauh dikatakannya untuk program budidaya perikanan memang dibentuk melalui kelompok. Satu kelompok misalnya ada 1.000 orang. Namun terealisi efektif dan berkembang hanya sekitar 40-50 persen dari kelompok yang ada dan tersebar. Kelompok lainnya ternyata putus ditengah jalan. ”Salah satu faktor karena PPL perikanan kita sangat minim. Sehingga sebaran program kadang terkendala,” ucapnya.
Meski begitu untuk pemasaran hasil perikanan diakuinya sangat berkembang. Permintaan disesuaikan dengan pasar dan cukup tinggi. Dan Kubu Raya termasuk pemasok ikan nila terbesar di pasaran Kalbar. “Distribusinya sendiri bahkan sampai ke Kabupaten Sanggau dan Perbatasan. Apalagi harga ikan nila cukup potensial,” ujarnya.(den)
Sumber : Pontianak Post
No comments:
Post a Comment