Oleh Heriyanto, Pontianak Post
Hutan mangrove yang dikenal dengan hutan bakau terus ditebang. Keseimbangan ekosistem alam terancam. Masyarakat sekitar hutan berusaha mempertahankannya. Konservasi hutan mangrove mendesak dilakukan.
Kemarin (4/6), perwakilan warga Kubu bertemu dengan Perkumpulan Penggiat Konservasi dan Pengembangan Komunitas Mandiri (Pervasi) di Pontianak. Mereka mengadu tentang keberadaan hutan mangrove . Intinya konservasi hutan mangrove di Kecamatan Kubu mendesak untuk segera dilakukan mengingat kawasan ini terancam rusak oleh penebangan skala besar.
Ketua Kelompok Nelayan Desa Kubu, Sulaiman, mengatakan warga telah berjuang selama 3 tahun untuk menghentikan penebangan hutan bakau di sekitar kawasan desa mereka. Tetapi hingga kini usaha mereka masih belum membuahkan hasil. ”Kami sudah sering demo. Juga sudah mengadu ke mana-mana. Ke Bupati, anggota DPRD, ke dinas kehutanan. Tapi penebangan masih terjadi,” ujar Sulaiman yang didampingi puluhan warga lain.
Kawasan hutan bakau di kecamatan Kubu mempunyai peranan penting, baik secara ekonomi maupun ekologis bagi masyarakat setempat. Masyarakat nelayan dan petani di Desa Kubu, dan beberapa desa lain seperti Desa Dabong, Mengkalang, Sembuluk, Seruat II, Seruat III bergantung nasibnya terhadap hutan mangrove ini.
Sebagai besar warga Kubu, khususnya Dusun Parit Rimba dan Setia usaha, berprofesi sebagai nelayan yang mengandalkan hasil tangkapan di sekitar hutan bakau. ”Kepiting, udang, ikan, kepah dan lain-lain menjadi sumber penghidupan masyarakat nelayan di Kubu,” ujar Sulaiman.
Selain itu, hutan mangrove dapat membendung laju masuknya air laut sehingga dapat menjamin ketersediaan air bersih bagi warga. “Mangrove juga mengurangi potensi banjir di lahan persawahan sehingga dapat mengurangi resiko gagal panen,” tambah Sulaiman.
Menurut Sulaiman sebelum ada penebangan bakau warga sangat mudah mencari kepiting, udang, dan ikan. “Tapi sekarang susah sekali,” ujarnya. “Kami tidak tahu akan bekerja apa nanti kalau hutan bakau sudah tidak ada. Mungkin jadi perampok,” kata Sulaeman. Salah satu tokoh masyarakat Kubu, Abdullah Sood mengatakan warga kini mengalami kesulitan hidup akibat semakin berkurangnya sumber pendapatan mereka sebagai dampak dari penebangan bakau. Jika bakau terus ditebang, warga akan terancam kelaparan karena tidak ada sumber pendapatan.
“Tadinya yang penghasilannya bisa menghidupi anak istri sekarang sudah tidak bisa lagi, karena semakin menurun penghasilan mereka itu. Ya karena penebangan bakau itu,” jelas Abdullah Sood. “Anak-anak sekolah pun terancam putus sekolah,” tambah Abdullah Sood.
DirekturPervasi, Dedy Armayadi mengatakan, kawasan hutan mangrove Kubu mempunyai ekosistem yang khas. “Wilayah ini menjadi habitat bagi berbagai satwa yang dilindungi seperti bekantan dan lumba-lumba,” ujar Dedy seusai diskusi. Karena berada di kawasan pesisir, maka bakau di wilayah Kubu menurut Dedy berperan seperti sebuah benteng yang melindungi wilayah daratan.
Meskipun kawasan hutan mangrove ini berperan penting bagi masyarakat dan kaya akan keanekaragamanhayati, namun sebagian besar kawasan tersebut merupakan wilayah konsesi sebuah perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), yakni seluas lebih dari 18 ribu hektar. Sebagian besar wilayah sudah ditebang sebagai bahan baku industri bubur kertas dan arang.
Menurut Dedy Armayadi, konservasi penting dilakukan untuk menjamin keberlangsungan hidup warga. “Jika kawasan ini tidak segera dikonservasi, maka dalam beberapa tahu ke depan, kerusakannya akan semakin parah. Yang paling merasakan dampaknya ya warga,” kata Dedy.
Sebelumnya Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya pada Pontianak Post (31/5) mengatakan hutan bakau di wilayah Kalbar mengalami kerusakan, baik rusak berat ataupun ringan. Kerusakan hutan tersebut tersebar di beberapa kabupaten dan kota.
Menurut Christiandy, berdasarkan data yang masuk kepadanya, luas total hutan bakau di Kalbar mencapai 472.385,80 hektar.”Dari total luas hutan yang ada di Kalbar, sekitar 44,36 persen hutan mangrove (bakau) telah mengalami kerusakan berat maupun ringan,” ujar Christiandy. Luas hutan bakau di Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya mencapai 178.845,14 hektar atau 37,86 persen. Dari jumlah tersebut, hutan yang rusak sebesar 80,76 persen. (*)
Sumber : Pontianak Post
Hutan mangrove yang dikenal dengan hutan bakau terus ditebang. Keseimbangan ekosistem alam terancam. Masyarakat sekitar hutan berusaha mempertahankannya. Konservasi hutan mangrove mendesak dilakukan.
Kemarin (4/6), perwakilan warga Kubu bertemu dengan Perkumpulan Penggiat Konservasi dan Pengembangan Komunitas Mandiri (Pervasi) di Pontianak. Mereka mengadu tentang keberadaan hutan mangrove . Intinya konservasi hutan mangrove di Kecamatan Kubu mendesak untuk segera dilakukan mengingat kawasan ini terancam rusak oleh penebangan skala besar.
Ketua Kelompok Nelayan Desa Kubu, Sulaiman, mengatakan warga telah berjuang selama 3 tahun untuk menghentikan penebangan hutan bakau di sekitar kawasan desa mereka. Tetapi hingga kini usaha mereka masih belum membuahkan hasil. ”Kami sudah sering demo. Juga sudah mengadu ke mana-mana. Ke Bupati, anggota DPRD, ke dinas kehutanan. Tapi penebangan masih terjadi,” ujar Sulaiman yang didampingi puluhan warga lain.
Kawasan hutan bakau di kecamatan Kubu mempunyai peranan penting, baik secara ekonomi maupun ekologis bagi masyarakat setempat. Masyarakat nelayan dan petani di Desa Kubu, dan beberapa desa lain seperti Desa Dabong, Mengkalang, Sembuluk, Seruat II, Seruat III bergantung nasibnya terhadap hutan mangrove ini.
Sebagai besar warga Kubu, khususnya Dusun Parit Rimba dan Setia usaha, berprofesi sebagai nelayan yang mengandalkan hasil tangkapan di sekitar hutan bakau. ”Kepiting, udang, ikan, kepah dan lain-lain menjadi sumber penghidupan masyarakat nelayan di Kubu,” ujar Sulaiman.
Selain itu, hutan mangrove dapat membendung laju masuknya air laut sehingga dapat menjamin ketersediaan air bersih bagi warga. “Mangrove juga mengurangi potensi banjir di lahan persawahan sehingga dapat mengurangi resiko gagal panen,” tambah Sulaiman.
Menurut Sulaiman sebelum ada penebangan bakau warga sangat mudah mencari kepiting, udang, dan ikan. “Tapi sekarang susah sekali,” ujarnya. “Kami tidak tahu akan bekerja apa nanti kalau hutan bakau sudah tidak ada. Mungkin jadi perampok,” kata Sulaeman. Salah satu tokoh masyarakat Kubu, Abdullah Sood mengatakan warga kini mengalami kesulitan hidup akibat semakin berkurangnya sumber pendapatan mereka sebagai dampak dari penebangan bakau. Jika bakau terus ditebang, warga akan terancam kelaparan karena tidak ada sumber pendapatan.
“Tadinya yang penghasilannya bisa menghidupi anak istri sekarang sudah tidak bisa lagi, karena semakin menurun penghasilan mereka itu. Ya karena penebangan bakau itu,” jelas Abdullah Sood. “Anak-anak sekolah pun terancam putus sekolah,” tambah Abdullah Sood.
DirekturPervasi, Dedy Armayadi mengatakan, kawasan hutan mangrove Kubu mempunyai ekosistem yang khas. “Wilayah ini menjadi habitat bagi berbagai satwa yang dilindungi seperti bekantan dan lumba-lumba,” ujar Dedy seusai diskusi. Karena berada di kawasan pesisir, maka bakau di wilayah Kubu menurut Dedy berperan seperti sebuah benteng yang melindungi wilayah daratan.
Meskipun kawasan hutan mangrove ini berperan penting bagi masyarakat dan kaya akan keanekaragamanhayati, namun sebagian besar kawasan tersebut merupakan wilayah konsesi sebuah perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), yakni seluas lebih dari 18 ribu hektar. Sebagian besar wilayah sudah ditebang sebagai bahan baku industri bubur kertas dan arang.
Menurut Dedy Armayadi, konservasi penting dilakukan untuk menjamin keberlangsungan hidup warga. “Jika kawasan ini tidak segera dikonservasi, maka dalam beberapa tahu ke depan, kerusakannya akan semakin parah. Yang paling merasakan dampaknya ya warga,” kata Dedy.
Sebelumnya Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya pada Pontianak Post (31/5) mengatakan hutan bakau di wilayah Kalbar mengalami kerusakan, baik rusak berat ataupun ringan. Kerusakan hutan tersebut tersebar di beberapa kabupaten dan kota.
Menurut Christiandy, berdasarkan data yang masuk kepadanya, luas total hutan bakau di Kalbar mencapai 472.385,80 hektar.”Dari total luas hutan yang ada di Kalbar, sekitar 44,36 persen hutan mangrove (bakau) telah mengalami kerusakan berat maupun ringan,” ujar Christiandy. Luas hutan bakau di Kabupaten Pontianak dan Kubu Raya mencapai 178.845,14 hektar atau 37,86 persen. Dari jumlah tersebut, hutan yang rusak sebesar 80,76 persen. (*)
Sumber : Pontianak Post
No comments:
Post a Comment